PENUNDAAN PELAKSANAAN OPERASI MINYAK DAN GAS BUMI 


Pandemi Covid-19 yang sampai saat ini masih belum dapat dikendalikan penyebarannya, telah menyebabkan terganggunya bisnis secara global, termasuk di Indonesia. Pandemi Covid-19 telah memaksa pemerintah Indonesia (baik di tingkat pusat maupun daerah) menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (“PSBB”). Hal ini ditujukan untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 yang pada akhirnya bertujuan untuk mengendalikan penyebaran virus ini. Walaupun industri minyak dan gas bumi merupakan industri yang dikecualikan dalam kebijakan PSBB ini, namun kondisi ekonomi global tentunya akan berdampak pada industri migas, hal ini terlihat dari anjloknya harga minyak dunia dimana harga minyak dunia dilaporkan menyentuh USD 32.8 per barel untuk Brent Oil dan USD 29.58 per barel untuk WTI[1]. Selain itu, kondisi operator migas semakin tertekan karena dengan adanya pandemi Covid-19 ini, para operator migas wajib menaati protokol kesehatan yang telah ditetapkan pemerintah Indonesia, yang tentunya akan membuat post baru dalam biaya operasi. Dengan kata lain, operator migas akan menambah pengeluaran biaya operasi, di tengah kondisi penjualan hasil produksi yang semakin merosot.

Kondisi tersebut di atas, tentunya akan membuat operator migas berhitung ulang nilai keekonomian dari sutau operasi migas, dan berupaya melakukan efisiensi biaya operasi. Salah satu cara yang mungkin akan dipertimbangkan operator migas adalah dengan mengajukan penundaan pelaksanaan kewajiban atau pembatalan perjanjian dengan alasan terjadinya Keadaan Kahar atau Force Majeure. Tulisan ini akan membahas beberapa pokok permasalah terkait penundaan pelaksanaan operasi migas di bawah ini:

- Apakah pelaksanaan Rencana Kerja dan Anggaran yang telah disetujui oleh SKK Migas, dapat ditunda?
- Apakah pelaksanaan kontrak pengadaan barang dan jasa yang telah disetujui SKK Migas dapat ditunda?
- Apakah tender pengadaan barang dan jasa yang sedang berlangsung dapat ditangguhkan pelaksanaannya?
- Apakah salah satu pihak dapat menolak penundaan pelaksanaan kontrak karena keadaan kahar yang diajukan oleh pihak lainnya?
- Apakah peserta tender dapat mengajukan keberatan atas penangguhan pelaksanaan tender?

Berikut ini adalah pembahasan terhadap pokok permasalahan tersebut:

1. Apakah pelaksanaan Rencana Kerja dan Anggaran yang telah disetujui oleh SKK Migas, dapat ditunda?

Rencana Kerja dan Anggaran atau sering juga disebut Work Program and Budget(“WP&B”) merupakan rencana kerja dan anggaran yang diajukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (“KKKS”) kepada Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (“SKK Migas”). Berdasarkan ketentuan dalam BAB III Pasal 3.1 PTK 038, KKKS wajib mengajukan dokumen usulan WP&B kepada SKK Migas paling lambat tanggal 30 September pada tahun berjalan atau berdasarkan surat edaran yang ditetapkan oleh SKK Migas.

Dalam suatu Kontrak Kerja Sama, pada umumnya, kecuali untuk kegagalan atau ketidakmampuan salah satu pihak untuk melakukan pembayaran saat jatuh tempo, setiap keterlambatan atau kegagalan masing-masing pihak dalam melaksanakan kewajiban sesuai Kontrak Kerja Sama dapat dimaklumi sepanjang disebabkan oleh Keadaan Kahar. Kemudian, jika operasi tertunda, terkendala, atau terhambat karena Keadaan Kahar, maka waktu pelaksanaan kewajiban yang terpengaruh, jangka waktu Kontrak Kerja Sama dan semua hak dan kewajiban harus diperpanjang untuk jangka waktu yang sama dengan lamanya kejadian. Oleh karena itu, penundaan pelaksanaan WP&B yang diakibatkan karena terjadinya suatu Keadaan Kahar dapat saja dilakukan, dengan ketentuan pihak yang tidak dapat melakukan kewajibannya akibat terjadinya Keadaan Kahar dan hendak meminta keringanan dan/atau perpanjangan jangka waktu Kontrak Kerja Sama (“Pihak Terdampak”) harus memberikan pemberitahuan secara tertulis kepada pihak lainnya dalam suatu waktu tertentu setelah terjadinya Keadaan Kahar dimaksud atau sejak Keadaan Kahar tersebut diketahui oleh Pihak Terdampak. Selain itu, pada umumnya, Pihak Terdampak juga harus menyatakan penyebab dan kondisi yang mengakibatkan Keadaan Kahar tersebut, dan para pihak harus berusaha sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya untuk mengatasi penyebabnya atau menemukan solusi agar Kontrak Kerja Sama dapat dilaksanakan walaupun Keadaan Kahar tetap berlangsung.

Akan tetapi, dalam hal penundaan pelaksanaan WP&B tersebut mengakibatkan adanya perubahan sasaran umum (general objectives)dan/atau kenaikan pengeluaran, maka berdasarkan ketentuan BAB IV Pasal 1.3 PTK 038, KKKS dapat mengajukan usulan perubahan WP&B kepada SKK Migas dengan mekanisme Revisi WP&B, dimana prosedur penyusunan dokumen usulan Revisi WP&B akan mengikuti prosedur sebagaimana diatur pada BAB III PTK 038 tentang Prosedur Usulan WP&B. Namun, dokumen usulan Revisi WP&B harus diajukan paling lambat tanggal 31 Juli pada tahun berjalan atau berdasarkan surat edaran yang ditetapkan oleh SKK Migas. Kemudian, dalam hal penundaan pelaksanaan kewajiban terhadap WP&B tersebut mengakibatkan adanya perubahan namun tidak merubah sasaran umum (general objectives)dan/atau kenaikan pengeluaran, maka berdasarkan ketentuan BAB IV Pasal 3 PTK 038, dapat dilakukan penyesuaian WP&B berdasarkan usulan yang diajukan KKKS, dan SKK Migas dapat menerbitkan persetujuan Penyesuaian WP&B jika dianggap perlu.

Oleh karena itu, berdasarkan penjelasan di atas, dapat kita ketahui bahwa dalam hal WP&B telah diajukan dan telah disetujui oleh SKK Migas, kemudian di tengah pelaksanaannya terjadi suatu peristiwa atau keadaan yang termasuk Keadaan Kahar, maka penundaan pelaksanaan kewajiban terhadap WP&B tersebut dapat dilakukan, dengan terlebih dahulu mengajukan pemberitahuan keadaan kahar sebagaimana diatur dalam Kontrak Kerja Sama, untuk kemudian disepakati terkait penundaan yang merupakan akibat dari keadaan kahar tersebut. Apabila penundaan tersebut mengakibatkan adanya perubahan WP&B, maka perubahan tersebut harus mengikuti prosedur sebagaimana diatur dalam BAB IV PTK 038 tentang Perubahan WP&B.

2. Apakah pelaksanaan kontrak pengadaan barang dan jasa yang telah disetujui SKK Migas dapat ditunda?

Kontrak Pengadaan Barang/Jasa merupakan perjanjian pelaksanaan penyediaan barang/jasa antara satu atau lebih KKKS dengan Pelaksana Kontrak yang dituangkan dalam kesepakatan tertulis dan bersifat mengikat.

Apabila terdapat suatu Kontrak Pengadaan Barang/Jasa dimana hasil pelaksanaan tendernya telah disetujui oleh SKK Migas, namun pada suatu waktu terjadi peristiwa atau keadaan yang berdasarkan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa, termasuk ke dalam suatu Keadaan Kahar. Kemudian, akibat keadaan tersebut, salah satu pihak mengusulkan untuk dilakukan penundaan, maka penundaan tersebut dapat dilakukan, sepanjang diatur dalam Kontrak Pengadaan Barang/Jasa. Akan tetapi, yang akan dibahas pada tulisan ini adalah penundaan dari sudut pandang manajemen operasi yang dilakukan oleh SKK Migas. Penundaan pelaksanaan kontrak pengadaan barang/jasa umumnya akan menimbulkan Perubahan Lingkup Kontrak (“PLK”), dan berdasarkan ketentuan BAB III Pasal 3.4.2 PTK 007 dijelaskan bahwa untuk kontrak kebutuhan operasi dan perawatan (operation and maintenance), KKKS harus meminta persetujuan SKK Migas sebelum PLK dilaksanakan, sehingga penundaan pelaksanaan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa dibutuhkan adanya persetujuan dari SKK Migas. Meskipun demikian, tidak semua PLK membutuhkan adanya persetujuan dari SKK Migas, karena berdasarkan ketentuan BAB VII Pasal 2.5 huruf a, b dan g PTK 007 dijelaskan bahwa PLK yang berupa perubahan terhadap Lingkup Kerja dapat dilakukan berdasarkan persetujuan Pejabat Berwenang (Pejabat Berwenang adalah pimpinan tertinggi KKKS atau pekerja struktural KKKS yang telah mendapat pelimpahan sebagian atau keseluruhan kewenangan dan tanggung jawab dari pimpinan tertinggi KKKS yang terkait dengan proses Tender barang/jasa), apabila:

a. merupakan pekerjaan yang diperlukan untuk menanggulangi Keadaan Darurat atau Keadaan Kahar;
b. memenuhi ketentuan peraturan dan/atau kebijakan pemerintah, yang berdampak langsung terhadap kontrak;
c. perubahan tidak dapat diprediksi atau belum dapat dipastikan sebelumnya, akibat kondisi di luar kendali KKKS, dan secara teknis merupakan satu kesatuan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari Lingkup Kerja kontrak;

Berdasarkan penjelasan di atas, jelas bahwa penundaan pelaksanaan kontrak pengadaan barang/jasa yang diakibatkan karena adanya keadaan kahar, kebijakan pemerintah, atau perubahan keadaan yang tidak dapat diprediksi sebelumnya dapat dilakukan berdasarkan persetujuan Pejabat Berwenang.

Kemudian, sehubungan dengan PLK, perlu juga untuk kita ketahui bahwa berdasarkan ketentuan BAB III Pasal 2.2.4 PTK 007, untuk PLK dalam hal penambahan nilai kontrak secara kumulatif melebihi 10% (sepuluh persen) dari nilai awal kontrak atau lebih dari Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah) atau lebih dari US$20,000,000.00 (dua puluh juta dolar Amerika Serikat), kondisi mana yang tercapai lebih dahulu, dan untuk kontrak dengan nilai awal lebih dari Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah) atau lebih dari US$20,000,000.00 (dua puluh juta dolar Amerika Serikat, maka KKKS wajib untuk meminta persetujuan kepada SKK Migas terlebih dahulu. Sehingga, apabila penambahan nilai kontrak tidak melebihi dari apa yang diatur dalam ketentuan BAB III Pasal 2.2.4 PTK 007, maka KKKS tidak memerlukan adanya persetujuan SKK Migas terlebih dahulu dalam melakukan PLK.

Lebih lanjut, apabila penundaan pelaksanaan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa tersebut dilakukan dan selanjutnya berpotensi mengakibatkan pembatalan atau pemutusan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa tersebut, maka berdasarkan BAB III Pasal 2.2.7 PTK 007, KKKS wajib untuk meminta persetujuan terlebih dahulu kepada SKK Migas sebelum Kontrak Pengadaan Barang/Jasa tersebut dibatalkan atau diputus.

3. Apakah tender pengadaan barang dan jasa yang sedang berlangsung dapat ditangguhkan pelaksanaannya?

Tender adalah pengajuan penawaran untuk melaksanakan pekerjaan atau menyediakan barang. Proses Tender dapat dilaksanakan melalui metode pelelangan, pemilihan langsung atau penunjukan langsung.

Apabila terdapat beberapa Peserta Tender yang lulus dalam proses pra-kualifikasi, kemudian KKKS juga telah mendapatkan persetujuan rencana Tender dari SKK Migas, namun pada saat akan dilaksanakan proses Tender terjadi suatu peristiwa atau keadaan yang termasuk ke dalam suatu Keadaan Kahar, maka pelaksanaan proses Tender dapat ditunda sepanjang Peserta Tender menyepakati rencana penundaan tersebut.

Namun, apabila penundaan tersebut dapat mengakibatkan perubahan rencana Tender yang menimbulkan tambahan biaya dan/atau mundurnya jadwal pelaksanaan pekerjaan, maka berdasarkan ketentuan BAB III Pasal 2.2.8 PTK 007, KKKS wajib untuk meminta persetujuan terlebih dahulu kepada SKK Migas atas perubahan rencana Tender tersebut. Selain itu, berdasarkan ketentuan BAB VII Pasal 22.3 Juklak, untuk rencana Tender yang membutuhkan persetujuan SKK Migas terlebih dahulu, dalam hal KKKS membutuhkan perpanjangan tenggang waktu, maka selambat-lambatnya tujuh hari kerja sebelum berakhirnya tenggang waktu, KKKS harus mengajukan perpanjangan waktu kepada SKK Migas dengan dilengkapi justifikasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Permintaan persetujuan rencana Tender tersebut dilakukan dengan cara KKKS menyampaikan surat resmi kepada SKK Migas yang telah ditandatangani oleh Pejabat Berwenang KKKS dan dokumen pendukungnya sesuai format checklistrencana Tender (Lampiran 3 PTK 007) melalui Sistem Informasi Pengelolaan Rantai Suplai (“SI-PRS”) SKK Migas.

Selanjutnya, berdasarkan ketentuan BAB VII Pasal 22.1 Juklak dijelaskan juga bahwa proses pelelangan sejak pengumuman sampai dengan penunjukan pemenang Tender, diluar proses persetujuan SKK Migas (apabila diperlukan), harus dilaksanakan dalam tenggang waktu: (i) untuk Tender barang selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari kerja; dan (ii) untuk Tender jasa selambat-lambatnya 120 (seratus dua puluh) hari kerja. Sehubungan dengan hal tersebut, berdasarkan ketentuan BAB VII Pasal 20.1.7 Juklak, dalam hal dilakukan penundaan dan tenggang waktu pelelangan tersebut telah terlampaui, maka pelelangan tersebut harus dibatalkan. Lebih lanjut, apabila penundaan tersebut dilakukan dan selanjutnya berpotensi mengakibatkan pembatalan proses Tender yang rencana Tendernya telah disetujui oleh SKK Migas, maka berdasarkan BAB III Pasal 2.2.6 PTK 007, KKKS wajib untuk meminta persetujuan terlebih dahulu kepada SKK Migas sebelum Tender tersebut dibatalkan.

4. Apakah salah satu pihak dapat menolak penundaan pelaksanaan kontrak karena keadaan kahar yang diajukan oleh pihak lainnya?

Apabila seorang pihak mengusulkan atau mengajukan penundaan terhadap pelaksanaan kontrak atas dasar terjadinya suatu peristiwa atau keadaan yang, berdasarkan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa, termasuk ke dalam suatu Keadaan Kahar, maka penundaan tersebut harus memperhatikan klausul mengenai Keadaan Kahar di dalam Kontrak Pengadaan Barang/Jasa tersebut.

Pada umumnya, klausul mengenai Keadaan Kahar mengatur bahwa, dalam hal terjadinya suatu Keadaan Kahar, maka Pihak Terdampak tidak akan dianggap wanprestasi dalam pelaksanaan kewajiban-kewajiban berdasarkan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa tersebut, sepanjang pelaksanaan kewajibannya tertunda atau sementara waktu terhalang sebagai akibat langsung dari Keadaan Kahar yang terjadi. Setelah itu, para pihak akan berunding dan berusaha sebaik-baiknya sesuai kemampuannya untuk meminimalisir dan memperbaiki keadaan tersebut secepatnya, agar pelaksanaan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa tersebut dapat sesegera mungkin dilanjutkan.

Namun, apabila dalam Kontrak Pengadaan Barang/Jasa itu sendiri diatur secara khusus bahwa dalam hal terjadinya suatu Keadaan Kahar, pihak yang tidak terdampak dapat melakukan penolakan atas penundaan pelaksanaan kewajiban Pihak Terdampak, maka Pihak Terdampak tidak dapat melakukan penundaan atas pelaksanaan kewajibannya tersebut dan apabila Pihak terdampak tetap melakukan penundaan tersebut maka perbuatannya dapat dikatakan sebagai suatu wanprestasi. Oleh karena itu, dapat atau tidaknya dilaksanakan penundaan atas pelaksanaan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa akan bergantung pada kesepakatan para pihak dalam kontrak itu sendiri.

5. Apakah peserta tender dapat mengajukan keberatan atas penangguhan pelaksanaan tender?

Berdasarkan ketentuan BAB V Pasal 4.4.4 PTK 007, dijelaskan bahwa penyusunan, cara pelaksanaan, serta penentuan tempat pelaksanaan Tender merupakan kewenangan Panitia Tender. Selanjutnya, berdasarkan ketentuan BAB V Pasal 4.4.7 PTK 007, dijelaskan bahwa Panitia Tender berwenang untuk memberikan penjelasan serta membuat berita acara pemberian penjelasan mengenai isi Dokumen Tender termasuk syarat-syarat penawaran, cara penyampaian penawaran, tata cara evaluasi, serta menyampaikan perubahan-perubahan Dokumen Tender (apabila ada) kepada Peserta Tender.

Sehingga, dalam hal terjadi suatu Keadaan Kahar, Panitia Tender berwenang untuk melakukan penangguhan/penjadwalan ulang proses Tender tersebut dengan menyampaikan perubahan jadwal tersebut pada addendum Dokumen Tender dengan caramelampirkannya dalam bid bulletin. Dalam hal ini, Peserta Tender tidak dapat mengajukan protes/keberatan atas penangguhan/penjadwalan ulang tersebut, karena berdasarkan BAB VII Pasal 6.2 Juklak, dijelaskan bahwa protes hanya dapat diajukan terhadap adanya (i) Penyimpangan isi Dokumen Tender terhadap ketentuan dalam Pedoman Tata Kerja dan Petunjuk Pelaksanaan Tender; dan (ii) Persyaratan dan kriteria yang mengarah kepada satu Penyedia Barang/Jasa atau jenis barang/jasa tertentu.

Oleh karena itu, berdasarkan penjelasan di atas, penangguhan/ penjadwalan ulang proses Tender merupakan kewenangan sepenuhnya dari Panitia Tender, dan Peserta Tender tidak berhak mengajukan protes terhadap hal-hal selain dengan apa yang diatur dalam BAB VII Pasal 6.2 Juklak, sehingga Peserta Tender harus mematuhi perubahan terhadap isi Dokumen Tender yang menjadi kewenangan Panitia Tender.



Sumber:
1. Pedoman Tata Kerja Nomor: PTK-007/SKKMA0000/2017/S0 Revisi 04 (“PTK 007”);
2. Pedoman Tata Kerja Nomor: PTK-038/SKKO0000/2015/S0 Revisi 01 jo. Surat Keputusan Nomor: KEP-0071/SKKMA/0000/2018/S0 (“PTK 038”);
Petunjuk Pelaksanaan Tender Nomor: EDR-0167/SKKMH0000/2017/S7 (“Juklak”).[1] https://oilprice.com diakses pada tanggal 4 Juni 2020









Disclaimer: The information on this site is intended solely for the personal non-commercial use of the user who accepts full responsibility for its user. We do not guarantee of completeness and suitability with current situation. The information contained in this site is general in nature and should not be considered as legal advice. In all cases you should consult with professional legal advisor who familiar with your particular factual situation or contact us for advice concerning specific matters before making any decision.